Cagar Alam Pangandaran

Apa saja yang bisa dilihat dan dinikmati dari tempat wisata dengan label "cagar alam"? Pertanyaan yang gue sampaikan pada diri sendiri ketika diberi tahu kalo dari tempat kami menginap bisa menuju pantai Pasir Putih dengan melewati daerah cagar alam. Yang terpikir, "cagar alam? males..". Karna satu dan lain hal pagi itu diputuskan menuju pantai dengan menyewa perahu.

Namun, jodoh ga kemana.

Kembali dari pantai sudah siang. Rapi-rapi dan ini-itu tau-tau udah sore. Perut yang belum disenangkan dengan baik pun minta jatah. Dengan tujuan awal mencari makan dan melihat keramaian sore, acara pun dimulai. Yang pertama dituntaskan tentunya makan. Yah, sepanjang jalan menuju tempat makan ga ketinggalan sambil liat kiri-kanan dan pegang sana-sini hehehe..

Dan, rugi banget kalo abis makan langsung balik ke hotel. Jalan-jalan menikmati pantai Timur Pangandaran dulu dong. Tujuan awal ga ada. Hanya sekedar berjalan menyusuri jalan ke arah yang lebih hijau dan menyenangkan. Sore itu kondisi jalan macet abis!

-Pantai Timur Pangandaran-
Arah yang dapat memberikan perasaan senang dengan pemandangan hijau ternyata adalah lokasi Cagar Alam Pangandaran. Sungguh kalo jodoh ga kemana.

-Cagar Alam Pangandaran-
Untuk masuk ke Cagar Alam pengunjung diharuskan membeli tiket. Ehm, kelompok kami masuk tanpa membeli tiket. Ehm, ga sengaja kog. Ehm, karna ketidaktahuan juga. Ehm, karna kekeraskepalaan juga seh. Ehm, emang dasarnya penikmat dan pemuja gratisan juga..

Okeh, ceritanya.. Ketika mendapati untuk masuk harus membeli tiket, nyokap udah mengeluarkan aura negatif. Alasannya, untuk apa ngeluarin uang untuk menikmati alam dengan sedikit waktu yang tersisa. Saat itu kalo ga salah udah sekitar jam empat lewat hampir jam lima. Gue yang berpikir untuk mencari jalan tembus menuju pantai Barat, berjalan mendekati pos penjagaan dan bertanya pada petugas yang memeriksa tiket.

Ling: "Dari taman sini bisa nembus ke Pantai Barat ga, Pak?"
Petugas 1: "Bisa, mba."

Ling: "Kalo masuk pake tiket, pak? Memang di dalam ada apa aja?"

Petugas 1: "Ini cagar alam. Ada gua-gua dan pantai pasir putih"

Ling: "Pasir putih yang bisa naik perahu itu yah pak? Kalo tadi uda beli tiket harus beli lagi?"
Petugas 1: "Memang udah beli tiket?"

Ling: "Udah pak. Kan tadi kita ke pasir putih dengan naik kapal. Pas turun dari kapal disuruh bayar tiket gitu. Sekarang kalo mau masuk beli tiket lagi?"

Petugas 1: "Ehm.. Tadi bener udah beli tiket?"
Ling: "Iyah pak. Sama petugas yang baju hijau kaya gini juga
*nunjuk seragam yang dikenakan si Petugas Tadi main di pantainya doang. Ga sempat jalan ke arah cagar alam".
Petugas 2: "Oh, tadi mereka langsung balik hotel dan bilasan dulu trus baru ke sini lagi, pak"
Petugas 1: "Hemm.. ya udah langsung masuk aja"

Ling: "Ke pantai barat lewat mana, Pak?
Petugas 1: "Nanti ikutin plang aja"

Ling: "Oh, terimakasih.."


Begitu gue selesai nanya ama si Petugas, anggota pasukan udah berada disekitar. Kami pun masuk ke dalam cagar alam dengan celingak-celinguk nyari arah jalan yang harus kami ambil. Ketika berjalan meninggalkan pos pemeriksaan karcis, samar-samar gue mendengar ada Pengunjung lain yang menanyakan harga tiket dan si Petugas Loket menjawab Rp 7.000,-. Ehmm.. tiket yang kami bayarkan ke Petugas waktu turun perahu itu Rp 2.000,- per orang.

-Plang Penunjuk Arah. Model tidak termasuk :P-
Plang yang dimaksud si Pak Petugas ga ada yang bertuliskan "Pasir Putih" atau "Pantai Barat". Ketika berpapasan dengan sekelompok pengunjung lain, nyokap nanya ke mereka di sana ada apa. Yang dijawab, gua Jepang dan.. "muter aja, ga jauh kog". Lalu, balik kanan grak! Kami kemudian menuju arah Gua Panggung. Jalan-jalan sore di Cagar Alam Pangandaran, dimulai..

Sepertinya yang menjadi daya tarik utama disini adalah gua. Dari papan penunjuk pertama aja udah ada dua gua yang bisa dikunjungi dan dijadikan ajang foto-foto :P Di depan pintu masuk ada batu yang berisikan penjelasan singkat mengenai masing-masing gua.
-Info Gua Panggung & Gua Parat-
Yang kami kunjungi pertama adalah Gua Panggung. Kiri-kanan jalanan yang kami lewati diapit oleh batu tinggi, mengingatkan gue salah satu lokasi Perang Dunia II yang di Thailand. Sepertinya karena di sebelah kanan dari pintu masuk terdapat satu bagian yang tinggi seperti panggung, maka tempat ini dinamakan Gua Panggung.

Sisi lain dari gua Panggung sepertinya langsung laut. Karena gue bisa melihat ada genangan air dibagian yang agak ujung. Ga sampai eksplor terlalu jauh karena ada yang udah cuap-cuap karena sudah sore, lebih baik segera berpindah tempat melihat gua yang lain.

-Gua Panggung-


-Pose dulu! Huehehe..-
Gua Parat atau Keramat, untuk masuk harus menggunakan senter. Karena di dalam sangat gelap dan kondisi jalan kadang becek. Tapi tak usah repot harus membawanya dari rumah, begitu mau masuk, sudah ada beberapa orang yang menawarkan jasa senter. Buat gue pengeluaran lima ribu perak untuk yang satu ini cukup berarti. Argumennya, selain bisa untuk penerangan, si pemberi jasa akan berlaku sebagai guide dan memberikan penjelasan mengenai apa saja yang ada di dalam gua.

Pintu masuk gua sedikit pendek, jadi harus menunduk agar kepala tetap aman. Kalo didalamnya seh langit-langitnya tinggi. Sempat deg-deg-an juga waktu mau masuk. Secara dari namanya saja sudah Keramat, tempatnya gelap, mau masuk harus nunduk pula.

-Pintu Masuk Gua Parat-
Di dalam gua ini terdapat beberapa batu yang menyerupai organ tubuh, binatang dan berfungsi seperti alat musik. Ada batu yang menyerupai onta. Ada deretan batu yang jika ditepok akan mengeluarkan bunyi gamelan dan gendang. Ada batu Jodoh yang bentuknya menyerupai alat kelamin laki dan perempuan. Kata si guide, konon dipercaya jika memegang batu yang menyerupai alat kelamin lawan jenis, bisa membuat pengunjung enteng jodoh. Katanya..

-Batu Gamelan & Batu Jodoh-
Informasi lain dari si guide adalah tentang asal tumpukan sampah yang konon adalah hasil karya kru rumah produksi. Gua Parat pernah dijadikan lokasi pengambilan gambar untuk film kolosal yang cukup terkenal.

Oh yah, ketika keluar dari Gua Panggung, kami mambahas mengenai seorang perempuan yang "meminta" dana seiklasnya karena telah menjaga kebersihan gua. Hemm, gua Panggung seh memang cukup bersih. Kontras dengan pemandangan hamparan sampah berserakan tak jauh dari pintu masuk cagar alam. Dan, rasa-rasanya gue waktu itu ga melihat keberadaan benda yang bernama Tong Sampah.

Ngomong soal sampah, di Cagar Alam ini gue menemukan ada rusa yang memakan sampah dan ga ada petugas yang berusaha melakukan sesuatu. Ini entah rusanya ga dikasih makan sehingga melahap apa yang ada atau memang karena saking banyaknya sampah yang berserakan sampai-sampai si rusa tergoda untuk memakan apa yang tergeletak di depan mata. Tapi yang pasti kedua hal tersebut menurut gue adalah tanggung jawab pihak pengelola yang tidak dilaksanakan dengan baik.

Lanjut mengenai perjalanan, dari Gua Parat, kami sampai dipinggir pantai. Melewati monyet-monyet yang sedang bermain. Disini nyokap berpesan untuk tidak memanggil monyet tersebut dengan cara apapun. Sempat penasaran seh kenapa ga boleh. Ternyata alasannya adalah dulu nyokap pernah kesini dan temannya ada yang dikejar-kejar sama si Monyet.

-Cagar Alam Pangandaran-
Hari semakin sore, kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel. Gua Lanang, Gua Jepang dan Batu Kalde serta Taman Laut yang semula akan kami lewati malah ga jadi dikunjungi. Kami kembali ke hotel melalui jalan biasa. Keluar dari Cagar Alam, berjalan kembali kearah pasar lalu panggil becak untuk mengantar kami ke hotel yang ada Pantai Barat.

Cagar Alam? Boleh juga... ^^


-Ling-

0 comments

Post a Comment